Global Warming atau kalau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai pemanasan global
merupakan suatu proses meningkatnya suhu udara yang terjadi pada atmosfer, laut
ataupun di daratan bumi. Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan,
suhu udara rata-rata pada permukaan Bumi selama 100 tahun terakhir telah
meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F).
PENYEBAB TERJADINYA GLOBAL WARMING
Ada beberapa yang menjadi penyebab
terjadinya global warming di bumi ini. Manusia termasuk salah satu penyebab
terjadinya global warming/pemanasan global. Mengapa manusia juga termasuk salah
satu penyebab terjadinya global warming? Jawabannya adalah karena manusia telah
meningkatkan jumlah karbondioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka
membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan kayu untuk menghangatkan
bangunan, menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Lho, apa hubungannya
antara manusia dengan karbondioksida? Manusia saat bernafas menghirup oksigen
dan melepaskannya dalam bentuk karbondioksida. Sedangkan karbondioksida
merupakan salah satu faktor penyebab Gas Rumah Kaca yang menjadi penyebab
terjadinya Global Warming yang nanti akan kita bahas dibawah. Oleh karena itu
tumbuhan sangat kita perlukan untuk mengurangi dampak Global Warming/Pemanasan
Global. Karena tumbuhan/tanaman dapat menyerap karbondioksida saat proses
fotosintesis. Fotosintesis memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke
atmosfer serta mengambil atom karbonnya.
1. Efek Rumah Kaca
Segala sumber energi yang terdapat
di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi
gelombang pendek. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah menjadi
panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan
memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra
merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap
terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara
lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi
perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali
radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan
tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Efek rumah kaca ini sangat
dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet
ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F),
bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak
ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh
permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah
berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
2. Efek Umpan Balik
Penyebab pemanasan global juga
dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh
adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas
rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya
air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca,
pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai
tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang
dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. Umpan
balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang
panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh
awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan
akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan
meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut
akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga
meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan
atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe
dan ketinggian awan tersebut.
Umpan balik penting lainnya adalah
hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika suhu global
meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus
meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di
bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan
cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap
lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan
lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat
terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah
mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang
meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap
karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh
menurunnya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan
diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.
3. Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan
bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari
awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara
mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya
aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan
mendinginkan stratosfer.
Ada beberapa hasil penelitian yang
menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan
global. Dua ilmuwan dari Duke University memperkirakan bahwa Matahari mungkin
telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama
periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan
rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat
perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan
pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu
vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka
menyimpulkan bahwa dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh
Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade
terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan
dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan
adanya peningkatan tingkat “keterangan” dari Matahari pada seribu tahun
terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07%
dalam tingkat “keterangannya” selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil
untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood
dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan
variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari
maupun variasi dalam sinar kosmis.
AKIBAT DARI GLOBAL WARMING/BAHAYA GLOBAL WARMING
Air bersih semakin sulit didapat
(hanya 20% penduduk dunia yang dapat memperolehnya). Badai semakin sering
terjadi, penyakit baru bermunculan, kita telah kehilangan lebih dari 1000
spesies dalam waktu singkat, es di kutub mencair dan permukaan air laut
meningkat, dan masih banyak lagi.
CARA MENANGGULANGI GLOBAL WARMING
- Matikan listrik. (jika tidak digunakan, jangan tinggalkan alat elektronik dalam keadaan standby. Cabut charger telp. genggam dari stop kontak. Meski listrik tak mengeluarkan emisi karbon, pembangkit listrik PLN menggunakan bahan baker fosil penyumbang besar emisi).
- Ganti bohlam lampu (ke jenis CFL, sesuai daya listrik. Meski harganya agak mahal, lampu ini lebih hemat listrik dan awet).
- Bersihkan lampu (debu bisa mengurangi tingkat penerangan hingga 5%).
- Jika terpaksa memakai AC (tutup pintu dan jendela selama AC menyala. Atur suhu sejuk secukupnya, sekitar 21-24o C).
- Gunakan timer (untuk AC, microwave, oven, magic jar, dll).
- Alihkan panas limbah mesin AC untuk mengoperasikan water-heater.
- Tanam pohon di lingkungan sekitar Anda.
- Jemur pakaian di luar. Angin dan panas matahari lebih baik ketimbang memakai mesin (dryer) yang banyak mengeluarkan emisi karbon.
- Gunakan kendaraan umum (untuk mengurangi polusi udara).
- Hemat penggunaan kertas (bahan bakunya berasal dari kayu).
- Say no to plastic. Hampir semua sampah plastic menghasilkan gas berbahaya ketika dibakar. Atau Anda juga dapat membantu mengumpulkannya untuk didaur ulang kembali.
- Sebarkan berita ini kepada orang-orang di sekitar Anda, agar mereka turut berperan serta dalam menyelamatkan bumi.
GLOBAL WARMING DI INDONESIA
Dampak pemanasan global/global
warming di Indonesia diantaranya adalah terjadinya perubahan musim di mana
musim kemarau menjadi lebih panjang sehingga menyebabkan gagal panen, krisis
air bersih dan kebakaran hutan. Dampak lainnya yaitu hilangnya berbagai jenis
flora dan fauna khususnya di Indonesia yang memiliki aneka ragam jenis seperti
pemutihan karang seluas 30 persen atau sebanyak 90-95 persen karang mati di
Kepulauan Seribu akibat naiknya suhu air laut. Selain itu, penelitian dari
Badan Meteorologi dan Geofisika menyebutkan, Februari 2007 merupakan periode
dengan intensitas curah hujan tertinggi selama 30 tahun terakhir di Indonesia.
Hal ini menandakan perubahan iklim yang disebabkan pemanasan global. Indonesia
yang terletak di equator, merupakan negara yang pertama sekali akan merasakan
dampak perubahan iklim. Dampak tersebut telah dirasakan yaitu pada 1998 menjadi
tahun dengan suhu udara terpanas dan semakin meningkat pada tahun-tahun
berikutnya. Diperkirakan pada 2070 sekitar 800 ribu rumah yang berada di
pesisir harus dipindahkan dan sebanyak 2.000 dari 18 ribu pulau di Indonesia
akan tenggelam akibat naiknya air laut.