laki-laki, baik dengan mengatas namakan
potensi ilmiah maupun potensi lain yang dapat mengidentifikasi kelebihan dari
salah satu keduanya. Adanya perbedaan dari dua jenis manusia itu harus diakui,
suka ataupun tidak. Atas dasar perbedaan itulah, maka lahir perbedaan dalam
tuntutan dan ketetapan hukum, masing-masing disesuaikan dengan kodrat, jati
diri, fungsi serta peranan yang diharapkan darinya baik laki-laki maupun
perempuan dan itu semua demi kemashlahatan bersama.
Kini peranan
keduanya cenderung dimarginalkan lewat beberapa trend publik yang tengah marak
saat ini, baik itu trend mengejar takhta atau kekuasaan pemerintahan hingga
untuk mengejar profesi sebagai sosok yang disegani. Sebenarnya, ini tak akan
menjadi polemik selama keduanya mampu menempatkan posisi masing-masing atau
lebih tepat jika keduanya bersedia untuk membangun konsep sinergitas dalam
mewujudkan setiap harapan dan cita-cita bersama.
Dunia politik
yang awalnya sepi dengan kaum perempuan, saat ini ternyata sudah mulai percaya
bahwa bersama perempuan sebenarnya bisa, bukan malah akan menambah masalah atau
bahkan membingungkan. Subjek partner dalam bekerja sebenarnya tak melihat pada
potensi jenis kelamin, namun, lebih memperhatikan notabene karakter laki-laki
dan perempuan, berikut juga dari segi pribadi atau kerakteristik. Hal inilah
yang kemudian melahirkan asumsi bahwa kualitas partner kerja bukan dilihat dari
potensi umum melainkan lebih cenderung kepada kelebihan dan keunikan
masing-masing personal.
Namun, tak
jarang pula masih banyak orang yang menganggap bahwasanya pribadi seorang
perempuan itu lebih cenderung lemah dan hanya mengandalkan perasaan. Hal ini
memang wajar karena, yang tampak dan identik dengan perempuan adalah hal
tersebut. Walau demikian, setidaknya bagi para pemerhati gender berusaha
menghapus asumsi tersebut dengan sebuah gerakan gender yang dapat mengubah
asumsi tersebut.
Banyak
perempuan dengan peranannya yang inovatif telah mampu membuat dunia melihatnya
dan menganggapnya luar biasa. Sebutlah salah satu istri Rasulullah; Saiyidah
Aisyah r.a. yang dengan tanpa titel ilmiah atau bekal pendidikan tinggi
ternyata mampu membuka mata dunia bahwa kemampuannya menciptakan peradaban bagi
perempuan muslim bisa dipertanggung jawabkan. Bersamanya, Rasulullah SAW. pun
mampu mempertahankan semangat dakwah beliau hingga di akhir usia beliau. Namun,
jangan kira tidak ada satu nama perempuan dalam sejarah yang mampu membuka mata
dunia dengan inovasi yang kontradiktif, justru perempuan semacam ini lebih
menjamur di masyarakat hingga akhirnya dianggap sampah masyarakat. Bukan tugas
orang lain sebenarnya, pembenahan atas pelecehan perempuan itu tak perlu dengan
hanya berupaya menuntut keadilan hukum di atas meja pengadilan, akan tetapi
lebihlah mengaca kepada diri sendiri, mengadili diri sendiri dengan tetap
bersikap dan berprilaku sesuai dengan fitrahnya.
Sementara
bagi para remaja-remaja puteri yang tentunya memiliki mimpi-mimpi dan harapan-harapan
untuk kemajuan bangsa, jangan hanya menunggu bola datang, tapi berusahalah
mengambil sikap dan menajamkan kepekaan akan kebutuhan bangsa atas diri kalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar